Menjadi therapist bukan berarti memiliki kekuatan/power yang dapat membuat klien tunduk kepada sang therapist. akan tetapi, kedudukan antara therapist dengan klien adalah sejajar. dalam menjalin relasi dengan klien, terdapat beberapa hal yang dapat membuat sang therapist "tergelincir" saat menangani kliennya. salah satu hal yang dapat dan mungkin terjadi adalah melakukan hubungan seksual dengan klien.
memang, di Indonesia, data mengenai berapa banyak therapist yang melakukan hubungan seksual dengan klien tidak/belum ada. akan tetapi, bukan berarti tidak ada. mungkin ada, hanya tidak sampai dilaporkan kepada yang berwajib. hingga saat ini yang sering kali diungkap di media massa adalah perbuatan "dukun cabul", belum ada therapist cabul.
terlepas dari ada atau tidak ada ataupun belum ada, ada baiknya, kita menjaga diri agar sebagai seorang therapist nanti tidak sampai melakukan perbuatan yang dapat merugikan klien. selain merugikan klien juga mempertaruhkan nama baik sebagai therapist.
adapun dampak yang akan terjadi bila akhirnya terjadi hubungan seksual antara therapist dengan klien adalah:
- ambivalence
- guilt
- emptiness
- isolation
- sexual confusion
- impaired ability to trust
- confused role and boundaries
- emotional lability
- suppressed rage
- cognitive dysfunction
- incerase suicidal risk
kegiatan ataupun perilaku hubungan seksual dalam hubungan therapy tersebut umumnya dapat terjadi karena beberapa hal. sehingga beberapa hal di bawah ini tidak dapat lagi dipakai sebagai acuan untuk pembelaan diri apabila sang Therapist dibawa ke majelis etika psikologi. alasan yang umum diungkapkan adalah:
- role trading
- sex therapy
- as if
- svengali -dependency
- drugs
- true love
- time out
- got out of hand
- hold me
- rape
- fundamental prohibition
- slipery slopes
- consistent communication
- clarification
- patient's welfare
- consent
- empathize
- competence
- uncharacteristic behavior
- consultation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar