Sabtu, 24 Juli 2010

Resiliensi Laki-laki Dewasa Awal Pengidap Penyakit Hepatitis C

Abstrak


Bayu Kusmaryanto Kusumo
Resiliensi Laki-laki Dewasa Awal Pengidap Penyakit Hepatitis C (Sandi Kartasasmita, M.Psi.); Program Studi Psikologi. Program Sarjana Strata Satu. Universitas Tarumanagara. Hlm. 1-81, P1-P2, L1-L15.

Laki-laki dewasa awal pengidap penyakit hepatitis C dapat mengalami perasaan tidak berdaya. Untuk mengatasi perasaan tidak berdayanya, laki-laki dewasa awal membutuhkan kemampuan resiliensi untuk dapat bangkit dan mencari jalan keluar dalam menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin ditimbulkan oleh penyakit hepatitis C. Resiliensi adalah kemampuan yang untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, dan menghilangkan dampak yang merugikan dari situasi traumatik. Penelitian ini menggunakan metode in-depth interview dalam pengambilan data. Peneliti menggunakan teori faktor resiliensi dari Grotberg dalam menganalisa data. Subyek terdiri dari lima orang laki-laki dewasa awal pengidap penyakit hepatitis C. Hasil dari penelitian ini adalah dukungan eksternal dan dorongan dari dalam diri subyek memiliki peran penting dalam pembentukan resiliensi laki-laki dewasa awal pengidap penyakit hepatitis C.

Jumat, 23 Juli 2010

Moderasi kepribadian ekstrovert introvert pada pengaruh self-disclosure terhadap intimacy hubungan kasih dewasa muda

ABSTRAK
Meiriani Darsono, 705060021. Moderasi kepribadian ekstrovert introvert pada pengaruh self-disclosure terhadap intimacy hubungan kasih dewasa muda, (Yohanes Budiarto, S. Pd., M. SI. & Sandy Kartasasmita, M. Psi.). Program Studi S1 Psikologi, Universitas Tarumanagara.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat moderasi kepribadian ekstrovert introvert pada pengaruh self-disclosure terhadap intimacy hubungan kasih dewasa muda. Kepribadian ekstrovert adalah suatu kecenderungan yang mengarahkan pikiran lebih banyak ke luar daripada ke dalam diri sendiri. Kepribadian introvert adalah kecenderungan untuk menarik diri dari kontak sosial. Minat dan perhatian individu lebih terfokus pada pikiran dan pengalamannya sendiri. Self-disclosure adalah proses untuk membuka informasi pribadi secara disadari dan bersifat signifikan dan umumnya informasi tersebut tidak diketahui oleh orang lain. Intimacy dalam sebuah hubungan dirasakan apabila suatu perilaku individu mendapat respon dari pasangannya atau individu lainnya dan membuat ia merasa dimengerti dan dihargai. Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang menggunakan metode kuantitatif. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang dibagikan kepada 192 responden. Kriteria responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasangan kekasih yang berumur antara 20-40 tahun. Hasil perhitungan ditunjukkan dengan signifikansi self-disclosure terhadap intimacy adalah 0.000. Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif antara self-disclosure dan intimacy dalam hubungan kasih dewasa muda. Kemudian hasil perhitungan juga menunjukkan siginifikansi kepribadian ekstrovert introvert terhadap intimacy adalah 0.671. Hal ini berarti kepribadian ekstrovert introvert tidak memoderasi pengaruh self-disclosure terhadap intimacy.

Kamis, 22 Juli 2010

Workshop Public Speaking

Berbicara adalah suatu hal yang biasa dilakukan oleh manusia. setiap manusia normal, tentunya akan berbicara satu sama lain. minimal dengan orang yang dekat dengan diri kita. sayangnya, kemampuan kita berbicara, hanya pada situasi informal.

Pada saat situasi formal, tiba-tiba, kita menjadi gugup, susah untuk bicara dan mengeluarkan keringat dingin. Kita bingung bagaimana berbicara di depan kelas maupun khalayak ramai.

Berdasarkan hal tersebut, maka pada tanggal 7 Agustus 2010, Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara akan menyelenggarakan Workshop Public Speaking. Acara akan diselenggarakan di Fakultas Psikologi Universitas Tarumanagara.

Informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi ibu Nurachmi di 021-5661334

Intergeneration

Salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Prof.Tian P Oei, ditemukan hasil bahwa apabila ayah gemar berjudi, anaknya pun memiliki kecenderungan yang sama. ayah pemabuk, anaknya pun memiliki kecenderungan pemabuk.

berdasarkan hal tersebut, saya jadi berpikir:
Kalau seseorang lahir di dalam keluarga yang miskin, apakah akan terus miskin?
Kalau seseorang lahir di dalam keluarga yang kaya, apakah selamanya juga kaya?
Kalau seseorang lahir di dalam keluarga yang jahat, apakah akan menjadi jahat?
Kalau seseorang lahir di dalam keluarga yang baik, apakah akan menjadi baik?

apabila demikian, bagaimana cara mematahkan/mengatasinya?
apakah hanya sekedar menggunakan pendekatan CBT (Cognitive Behavior Therapy) sebagai langkah untuk mengatasi permasalahan yang ada?