Selasa, 24 Agustus 2010

Merokok, Kebahagiaan dan Egois

mendengar tentang seseorang merokok adalah sesuatu hal yang biasa saja. buat saya, orang mau merokok atau tidak, adalah hak pribadi. tidak ada yang dapat melarang seseorang merokok. apalagi rokok tersebut dibeli memakai uangnya sendiri dan di dalamnya sudah terkandung pajak yang dibayarkan (walaupun tidak ada gunanya pajak tersebut dibandingkan akibat yang diberikan kepada masyarakat).

memang, saya pribadi bukan orang yang 100% anti rokok, hanya kurang menyukai apabila orang merokok tidak pada tempatnya. dulu pun saya perokok. saya merokok mulai dari kelas 1 SD (Dibohongi oleh penjual rokok, yang katanya itu permen) hingga kelas 3 SMP. selepas itu hingga saat ini, dapat dikatakan saya bersih dari rokok (saya dapat berhenti merokok karena saya mau. jadi BOHONG kalau perokok mengatakan tidak dapat berhenti. Perokok bukanya tidak dapat berhenti, tetapi TIDAK MAU berhenti). merokok memang terlihat menyenangkan dan membuat orang2 yang menghisap 5000 jenis racun tersebut menjadi bahagia (bahagia karena menghisap ribuan racun tapi tidak mati2).

hanya, kebahagiaan tersebut, tidak semua orang dapat menikmatinya. artinya, merokok yang katanya dapat membuat bahagia dan tenang, tidak menular seperti orang yang tertawa (tertawa dapat menular loh...). bahkan seringkali, kekesalan orang-orang disitarnya yang tampak. bagaimana tidak, bila di dalam bus kota dia tetap merokok (ciri orang egois, yang memang kalau dipikir-pikir hidupnya tidak dapat meningkat, karena tidak pernah mau memikirkan orang lain) tanpa memedulikan berapa banyak penumpang lain yang kesal.

terlebih lagi, kejadian kemarin sore....mobil yang saya parkir dengan rapih dan sesuai dengan aturan parkir, dipakai sebagai asbak oleh perokok ???!!!???? entah ada dimana pikiran orang tersebut (mungkin memang sudah tidak punya pikiran ya, karena menghisap ribuan racun...). hasilnya? wiper bagian kanan saya bolong karena dijadikan tempat mematikan rokok..... mau marah?? tentu... tetapi kalau dipikir lagi, saya justru berterima kasih sama yang melakukan... terima kasih karena telah membuktikan salah satu teori saya, bahwa perokok memang.......TULALIT...

2 komentar:

  1. Saya suka sekali dengan tulisan ini. Baru tahu saya, Bapak sudah merokok sudah sejak kelas 1 SD. Sayang, Bapak gak masuk tivi.. Hahaha.. Kan ada tuh berita balita merokok, terus masuk tivi...

    Bagusnya dibuat penelitian sih Pak. Apakah ada hubungan antara adiksi merokok dan sikap tidak menghargai lingkungan dan orang lain?

    Atau mari kita anggap rokok bukan benda yang berdosa karena yang berdosa adalah yang menyalahgunakan. Mungkin, orang Indonesia yang memang dari "sono"-nya tidak bisa (atau mungkin tidak punya sikap) menghargai lingkungan dan orang lain. Contoh kecilnya, membuang sampah.

    BalasHapus
  2. memang Sufren, saya tidak masuk TV dan untung tidak masuk TV. masa masuk TV(kaga muat lagipula bagaimana caranya ya? kalau disiarkan oleh TV,mungkin).

    Adiksi merokok dengan kepribadian sudah pernah diteliti. silahkan cek ke perpustakaan, bagaimana hasilnya.

    bukan orang Indonesia tidak bisa menghargai orang lain, hanya, terkadang tidak tahu dan tidak diajarkan bagaimana caranya. kalau dikatakan tidak bisa menghargai orang lain, ada yang namanya tata krama menghargai orang yang lebih tua.

    BalasHapus